BRAAAAKKKK!!
Kubanting pintu kamar dan kuhempaskan tubuhku di tempat tidur. Kuambil bantal di sebelahku dan kulempar sekuat tenaga ke arah tembok kosong di depanku.
"Sialaaann!! Matsumoto Jun sialaaaann!!!" aku berteriak sejadi-jadinya menumpahkan kekesalanku.
Orang yang paling kubenci dan tak ingin kulihat wajahnya kenapa malah kebetulan bertemu di jalan? Dan dia malah sok akrab dengan menyapaku, sok senyum-senyum ramah, sok memujiku. Apa maunya sih Tuan Muda Menyebalkan itu?
Aku tidur terlentang sambil menatap langit-langit kamarku. Sedikit demi sedikit rasa kesalku mulai berkurang. Aku terlalu lelah untuk marah-marah. Semua tenagaku terkuras gara-gara audisi minggu kemarin. Aku kurang tidur, makan seadanya, ah sudahlah semakin kupikirkan malah semakin capek.
Aku sebetulnya tidak bermaksud berteriak dan marah-marah pada Jun di jalan tadi. Aku bahkan tidak tahu darimana aku yang begitu lelah dan tidak bersemangat ini bisa punya kekuatan untuk berteriak di hadapan Jun.
Entahlah, setiap kali aku melihat atau bertemu Jun, aku selalu merasa mendidih dan timbul kekuatan yang entah dari mana datangnya. Mungkin kekuatan dari rasa benciku pada mahluk satu ini.
Krriiiiingggg
Suara ponselku membuyarkan lamunanku.
Masaki.
Sebuah nama yang tak asing tertera di layar ponselku.
"Ya, halo Aiba-chan" tanpa menunggu lama aku langsung mengangkat telepon dari sahabatku itu.
"Nee, Sho-chan kau lagi apa?" tanpa basa-basi Aiba langsung nyerocos, yah begitulah Aiba.
"Lagi napas." jawabku pendek dan datar.
"Hahaha, Sho-chan bisa aja. Kirain lagi ngedip." Aiba membalas guyonanku. "Nee, Sho-chan lagi nggak sibuk kan? Mau pergi denganku?" tanya Aiba.
"Kemana?"
"Nanti sore ada acara makan-makan, katanya sekalian buat melepas penat, apalagi kamu baru menyelesaikan audisi yang lumayan berat, kan. Sho-chan ikut yuk?! Kamu kan dari minggu kemarin belajar dan audisi terus, kita refreshing sejenak." ajak Aiba.
"Hmmm, boleh juga tuh. Bareng temen-temen yang lain?" aku memastikan.
"Iya, tapi nggak banyak sih. Cuma berempat atau berlima." Aiba menjelaskan.
"Makan-makan dimana? Restoran? Yakiniku?" aku membetulkan posisiku yang tadi berbaring menjadi duduk di atas tempat tidur.
"Ng....sebenarnya aku diundang salah satu member ARASHI. Jadi kita mau makan-makan di rumahnya." Aiba terdengar agak ragu.
"Oh, rumah siapa?" aku bertanya.
"MatsuJun" jawab Aiba pendek.
Mendengar namanya, langsung membuat mood-ku yang tadi sudah agak baikan tiba-tiba mendidih lagi. Baru juga aku ngamuk di depannya, masa sekarang harus pergi ke rumahnya. Oh, please.
"Nee, Sho-chan kau masih di situ? Gimana? Aku jemput ke apartemenmu ya? Aku......"
KLIK
Belum sempat Aiba meneruskan kata-katanya, aku segera menutup pembicaraan kami dan kulemparkan jauh-jauh ponselku ke sudut kamarku.
Aiba pasti kaget aku tiba-tiba menutup teleponnya dan sebentar lagi ia pasti akan meneleponku kembali. Aiba tipe yang suka memaksa, walaupun aku tidak keberatan sih, tapi kalau harus pergi ke rumah Tuan Muda Menyebalkan itu, bertemu muka dengannya lagi, apalagi harus berbicara dengannya....Ah, membayangkannya saja sudah membuatku ingin membanting semua benda-benda di sekitarku.
Aku hampir lupa kalau Aiba bersahabat dengan Jun sejak masih di Jhonny's Junior. Aiba selalu ceria dan care pada semua orang. Mungkin itu yang menjadikan mereka dekat.
Aku yang menyangka Aiba akan menelepon kembali dan memaksaku untuk ikut, ternyata tidak. Ponselku masih tetap di pojokan dan tidak ada satu panggilan ataupun pesan dari sahabatku itu. Mungkin Aiba ngambek gara-gara aku seenaknya memutuskan telepon, jadi dia tidak meneleponku lagi. Yah, baguslah kalau begitu.
Aku pun kembali merebahkan tubuhku di tempat tidur.
PING PONG
Suara bel mengagetkanku yang hampir terlelap. Jam menunjukkan pukul 15.20. Sekitar 10 menit aku terlelap. Dengan mata setengah tertutup aku berjalan menuju pintu. Uggh, siapa sih yang mengganggu tidur nyenyakku? Sudah berhari-hari aku tidak tidur nyenyak, sekarang malah diganggu.
Kuputar kenop pintu dan dengan sedikit memicingkan mata karena silau aku melihat sosok seseorang berdiri di depan pintu kamarku. Sesosok tubuh jangkung kurus dengan setelah t-shirt warna hijau muda dan celana jeans 7/8 yang memperlihatkan betisnya yang ramping.
"Sho-chan!" suara cempreng nan ceria yang tidak asing bagiku.
"Aaargh, Aiba! Kamu toh. Ganggu aja." jawabku agak ketus.
"Sho-chan, kamu tadi lagi tidur?" Aiba tidak menggubris umpatanku.
"Nggak, lagi koprol! Yaiyalah, lagi tidur. Kamu ini ya nggak bisa lihat orang relax sedikit aja." aku masih sedikit kesal.
"Nee, nee, nee, cepat ganti bajumu. Kita pergi sekarang." Aiba memaksa masuk ke kamarku sambil menarik-narik lengan bajuku. Gaya khas Aiba yang sedikit manja.
"Haahh? Kemana?" aku menoleh dengan malas.
"Ke rumah MatsuJun." jawab Aiba pendek.
Rasa kantuk teramat sangat yang tadi kurasakan tiba-tiba hilang ketika mendengar nama Tuan Muda menyebalkan itu. Bisa tidak sih sehari saja aku tidak mendengar namanya disebutkan di hadapanku?
"Tadi waktu aku telepon Sho-chan, teleponmu tiba-tiba mati. Kupikir baterainya habis atau tidak ada sinyal. Kebetulan aku sedang di dekat apartemenmu, jadinya aku datang langsung saja kesini untuk menjemputmu." ungkap Aiba panjang lebar.
Dasar Aiba polos. Padahal tadi aku sengaja mematikan teleponku supaya aku tidak mendengar rengekanmu yang memintaku datang ke rumah Jun. Tapi dia malah datang menjemputku.
Aku hanya bisa menarik napas panjang.
"Aku pass." jawabku pendek.
"Heee? Nande? Nande? Nandeeee?" Aiba memasang tampang keheranan yang sebetulnya cukup manis menurutku.
"Males ah. Aku capek, mau tidur." aku membiarkan Aiba menatapku keheranan.
"Ayolah Sho-chaaan. Ikut yuk. Kamu itu perlu refereshing, kita ngumpul bareng-bareng." Aiba merengek-rengek sambil memajukan wajahnya ke dekat wajahku, sehingga wajah kami hanya berjarak beberapa senti saja.
Bukan refreshing namanya kalau aku harus ketemu Tuan Muda Sialan itu, yang ada malah tambah frustasi, pikirku.
"Pergi saja sendiri." aku ngeloyor pergi menuju toilet, "Jun kan temanmu, bukan temanku. Kenapa aku juga harus datang?" aku setengah berteriak dari dalam toilet.
"Tapi, MatsuJun pengen kamu juga datang. Dia pengen ngobrol juga denganmu. Kan tidak apa-apa, jadinya tambah teman kan?" balas Aiba.
"Kamu tidak mengerti perasaanku, Aiba...." jawabku lirih sambil keluar dari toilet.
"E? Nani? Nani? Kamu bilang apa?" tanya Aiba dengan mata yang berbinar-binar, "Ayolaah, ikut ya Sho-chan. Please..." Aiba menatapku dengan wajah seperti anak anjing yang minta dikasihani. Dengan matanya yang berbinar-binar antusias dan begitu, ehem, cute menurutku.
"Uuuughhhh, iya deh iya! Aku ikut! Puas!?" akhirnya aku luluh dengan tatapan Aiba yang begitu manisnya.
"Terima kasih Sho-chan!!! Daisuki!" Aiba melompat kecil dan langsung memelukku.
"Lepasin, bodoh! Jangan main peluk-pelukan! Memangnya aku teletubbies?!" umpatku kesal sambil menyembunyikan wajahku yang memerah.
Tidak kurang dari 10 menit, aku pun telah siap untuk pergi ke rumah....ah, malas aku menyebutkan namanya. Demi sahabat baikku, aku rela bersabar untuk bertemu orang itu.
Semoga hari ini aku bisa bertahan untuk tidak ngamuk apalagi menghajar si Tuan Muda itu.
(My favorite pair)
<Jun>
"Eh? Kenapa? Mau datang nggak?" terdengar suara Nino dari beranda depan rumahku.
Aku sendiri sedang sibuk membuatkan pasta dengan topping mushroom untuk beberapa temanku yang akan datang hari ini. Nino sudah di rumahku sejak tadi siang, karena rumahnya yang paling dekat denganku dan dia minta aku untuk menemaninya bermain Mario Cart.
Kudengar Aiba juga akan datang, dan dia berencana mengajak Sho. Err, mungkin lebih tepatnya aku yang meminta Aiba untuk mengajak Sho datang ke rumahku. Kejadian tadi pagi di depan mini market masih agak mengejutkanku. Sakurai Sho yang tenang bisa ngamuk di tempat umum, lebih tepatnya di depanku, dan aku masih belum mengerti alasannya.
Semoga dengan mengajaknya ke rumahku, aku bisa banyak mengobrol dengannya dan meminta maaf kalau memang aku pernah berbuat salah padanya. Yang terpenting sih, semoga Aiba berhasil membujuk Sho datang ke rumahku, karena yang kutahu Aiba bersahabat baik dengan Sho. Mereka sangat dekat dan hanya Aibalah yang bisa ngobrol santai dengan Sho. Aiba juga sering bercerita kalau mereka suka nongkrong bareng, belajar akting sambil membahas peran bersama (walaupun aku ragu Aiba benar-benar belajar), bahkan pergi ke kampung halaman Aiba di Perfektur Chiba berdua saja.
Aiba satu-satunya orang yang berani memanggil Sho dengan sebutan 'Sho-chan', dimana semua orang yang kukenal hanya berani memanggil dia 'Sakurai-san'. Setiap kali Aiba bercerita tentang Sho, dia pasti bawel dengan memanggil-manggil 'Sho-chan itu...Sho-chan ini...'. Makanya tadi ketika aku kebetulan bertemu Sho, tanpa sadar aku memanggilnya 'Sho-chan'.
"Uwwaaahhh, umaso~~~" Nino yang tiba-tiba berada di samping mengagetkanku dari lamunan, "J, aku cicip sedikit ya." pintanya sambil mengedipkan mata.
"DAME! Sabar sedikit, Kazu! Tunggu sampai yang lain datang semua." tukasku dengan galak.
"Uuuhh, J pelit!" rajuk Nino sambil beringsut menuju lemari es tak jauh dari tempatku memasak. "Kenapa nggak suruh koki-kokimu saja yang masak sih, J?" Nino bertanya sambil mengambil teh dingin dari dalam lemari es.
"Ini kan acara bersama teman-temanku, aku ingin membuatkan sesuatu yang spesial untuk kalian. Lagipula kamu kan tahu sendiri, aku suka masak." aku menjawab sambil tetap sibuk mencampurkan beberapa bahan masakan ke dalam wajan.
"Hee---" Nino menanggapi dengan datar.
"Gimana Ohno? Tadi sudah ditelepon? Dia mau datang?" aku bertanya sambil tetap sibuk memasak.
"Yep! Dia mau datang, lagi di jalan katanya." jawab Nino pendek.
"Okay." aku tersenyum puas.
Berarti hari ini kelima orang dari kelasku, termasuk aku akan berkumpul untuk bersenang-senang. Aku, Nino, Ohno, Aiba dan semoga Sho pun datang. Rasanya tidak sabar menunggu mereka semua datang.
"Permisi, Jun-sama, Ohno-sama sudah tiba. Apakah mau saya persilakan masuk?" seorang pelayan datang dan bertanya padaku.
"Oh, biar aku saja yang ke sana menemui Ohno." aku buru-buru melepas celemekku. "Nee, Kazu. Aku ke depan menemui Ohno dulu ya. Bisa tolong siapkan bir yang ada di dalam lemari es? Untuk 5 orang ya."
"Ha-i, Ryoukai de-su!" Kazu menjawab sambil tersenyum.
"Onegai ne." kataku sambil berlari kecil menuju pintu.
.....
"Uwaahh, umaaii!!" Ohno setengah berteriak sambil menyesap bir dalam gelas yang dihidangkan Nino.
"Hei, belum waktunya minum-minum tau! Kamu baru datang langsung main samber aja." ujarku ketus melihat Ohno yang dengan santainya meneguk bir dingin.
"Santai sedikitlah, MatsuJun. Bir itu paling enak diminum sesaat setelah dihidangkan. Kalau menunggu nanti, keburu beda rasanya." jawab Ohno berkelit.
"Hahahaaa. Alesan ajaaa" Nino tergelak melihat kelakukan sahabat di depannya itu, "Dasar. Kayak Om-Om aja kamu", ledek Nino.
"Yo, Minna!! Aiba is in the house! Yo! Yo!" suara Aiba menengahi perdebatanku dengan Ohno dan menghentikan suara tawa Nino.
"Ooo, Aiba-shi irrashai!" Nino mengepalkan tangannya dan ber-high-five ria bersama Aiba.
Aku yang melihat Aiba hanya seorang diri, langsung mendekati Aiba.
"Nee, Aiba-chan, sendirian aja?" jawabku hati-hati. Rupanya memang mustahil mengajak Sho datang ke rumahku. Rupanya Sho benar-benar membenciku, aku tertunduk lemas.
"Oh iya, Sho-chan ada di teras. Tadi lagi buka sepatu, jadi kutinggal soalnya ada harum-harum pasta gitu, jadinya aku tidak sabar pengen buru-buru kesini." penjelasan Aiba membuat semangatku kembali muncul.
"Oh, berarti dia masih di teras ya." aku berusaha menyembunyikan kegiranganku agar suaraku tetap datar.
"Ah, kalau begitu aku ke teras dulu. Sho-chan kan baru pertama kali ke rumah MatsuJun. nanti dia salah jalan, rumahmu kan besar." Aiba terkekeh.
"Biar aku saja yang kesana, Aiba di sini saja." Aku buru-buru melesat menuju teras tanpa menunggu jawaban Aiba.
"Kalau begitu, kita kanpaaaiii!" Ohno mengangkat gelas birnya.
"Heh, Riida! Tunggu Sho dulu!" aku berteriak.
Aiba dan Nino tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan temannya itu.
......
"Kemana sih si Aiba baka itu?! Aku ditinggal sendiri." kudengar suara Sho yang bersungut-sungut di teras depan.
"Irrashai, Sho-kun." aku tersenyum lebar melihat Sho yang sedang menyimpan sepatunya di rak.
"Hai." Sho melangkah memasuki koridor tanpa melihat ke arahku sedikitpun.
"Terima kasih kamu sudah datang." aku mencoba berbasa-basi.
"Jangan salah paham dulu, aku datang karena permintaan Aiba, bukan atas ajakan kau." Sho menjawab dengan ketus.
"Ii no. Asalkan kau mau datang aku sudah senang."aku mendahului Sho sambil menunjukkan ruang tempat kami berkumpul.
"Apa-apaan dia? Basa-basi segala." terdengar suara Sho yang merengut di belakangku.
KANPAAAAIIIII!!!
Lima gelas berisi bir dingin saling beradu dan kami pun segera menyesap minuman yang sudah sedari tadi ditunggu-tunggu ini.
"Uwaahhh, saiko! Rasanya sudah lama kita tidak ngumpul begini ya." Aiba kegirangan.
"Aiba-shi, jangan terlalu banyak minum, kamu nyetir kan pulangnya?" Nino memandang Aiba dengan sedikit tatapan khawatir.
"Nggak. Nanti pulangnya Sho-chan yang nyetir" Aiba nyengir ke arah Nino.
"Nino-chaann, aku suka kamuuuu" tiba-tiba Ohno menempelkan pipinya ke wajah Nino yang mulus dan putih. Nampaknya dia sudah mulai mabuk.
"Hei, hentikan, dekat sekali wajahmu itu tau!" Nino yang sebetulnya senang dengan perlakukan Ohno terlihat sedikit sungkan karena ada kami di hadapannya.
"Uuuuuhh, Nino kawaii deeh" Ohno tidak menggubris penolakan Nino dan semakin beringsut menempelkan badannya di tubuh kecil Nino.
Aku dan Aiba yang menyaksikan kegilaan dua teman kami hanya bisa terbahak-bahak sambil menuangkan bir ke dalam gelas lagi.
"Nee, Sho-kun mau makan pasta?" aku menghampiri Sho yang sedari tadi hanya duduk diam di pojokan melihat kami bercanda tawa.
"Pasta?" Sho balik bertanya.
"He-eh, aku tadi membuatkan pasta untuk kalian. Coba deh." aku menawarkan.
"Kamu memang bisa masak?" Sho mengerenyitkan keningnya.
"Bisa." jawabku pendek sambil menuangkan pasta dari piring besar ke piring saji yang lebih kecil.
"Semua makanan ini kamu yang masak?" Sho seolah tidak percaya.
"Yep! Douzo." jawabku sambil memberikan sepiring kecil pasta dengan topping mushroom sauce.
"Kupikir koki rumahmu yang masak, dan Tuan Muda hanya duduk-duduk santai saja." Sho menerima piring berisi pasta sambil mendelik ke arahku.
Mungkin kalau bukan Sho yang bilang, aku akan langsung marah dan menarik kerah bajunya ketika ada yang menyindirku dengan sebutan Tuan Muda. Jujur saja, aku tidak suka dengan panggilan itu, nampak begitu arogan kedengarannya. Apalagi nada Sho yang seolah mengejekku.
Tapi, karena Sho yang bilang, aku tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya tersenyum.
"Oishi...." Sho melahap habis pasta yang kumasak dan melongo seakan tidak percaya aku bisa memasak pasta seenak itu. Aku senang melihat wajah Sho yang makan dengan lahap. Entah kenapa aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari sosok Sho.
"Nee, Sho-kun. Soal tadi pagi di depan mini market," aku mulai memberanikan diri bicara, "Apakah kamu marah padaku dan membenciku?".
Sho tidak menjawab apa-apa, hanya menatapku lekat-lekat.
"Betsuni." jawab Sho pendek.
"Terus, kenapa kamu marah-marah seperti itu? Kalau aku memang pernah berbuat salah padamu, bilang saja. Aku tidak keberatan kok." ungkapku.
"Betsuni tte itendarou!!" Sho meninggikan nada suaranya.
Suara Sho yang meninggi membuat Aiba, Ohno dan Nino yang tengah bercanda menjadi hening seketika. Mereka bertiga langsung melihat ke arahku dan Sho yang saling berhadapan dengan wajah serius.
"Sho-chan, ada apa?" Aiba memandang Sho dengan khawatir.
Nino yang biasanya bawel hanya bisa memandang kami berdua, sedangkan Ohno langsung meletakkan gelas bir yang sedari tadi tidak bisa lepas dari genggamannya dan ikut-ikutan berwajah serius.
"Ah, tidak ada apa-apa. Maaf membuat kalian kaget. Iya, kan Sho-kun?" aku mencoba menenangkan ketiga temanku.
Sho hanya menarik napas panjang.
"Aku tidak marah padamu, kok. Aku juga tidak membencimu. Aku hanya sedikit kesal. Well, lumayan kesal sih kalau boleh jujur." tanpa basa-basi Sho mengungkapkan unek-uneknya di hadapan kami berempat.
"Kesal?" aku terheran-heran, "Ore nanka shita?" tanyaku.
"Aku kesal karena kamu merebut posisi teratas di hasil audisi akhir. Aku kesal karena kamu merebut kesempatanku untuk mendapatkan peran dan Go International ke Hollywood." Sho menjawab tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
"Sho-chaann, bukan salah MatsuJun kan? Mungkin kamu memang belum beruntung, atau belajar akting-nya masih perlu ditingkatkan..." Ohno tiba-tiba nimbrung dan mengungkapkan pendapatnya dengan hati-hati, agar Sho tidak tersinggung.
"Memang sih." Sho lagi-lagi menarik napas, "Tapi kenapa Tuan Muda yang selalu santai, nggak pernah terlihat belajar mati-matian, yang kerjaannya main-main melulu ini bisa mendapatkan peran utama dalam sebuah film bergengsi? Dan aku yang berjuang susah payah malah kalah darinya?!" Sho menjelaskan dengan panjang lebar sambil terus memandangku.
Aku yang mendengar semua penjelasan Sho tentu saja kaget dan tidak menyangka kalau Sho berpikir seperti itu. Aku hanya bisa memandang Sho tanpa berkata apa-apa.
"Sho-chan" Nino tiba-tiba angkat bicara.
"Hah?" Sho mendelik ke arah Nino.
"J memang terlihat santai, tapi dia juga serius lho kalo soal belajar akting. Dia itu kan orangnya perfectionist, stoic banget deh lah. Kalau aku mengajak dia main game, J selalu menemaniku di sebelahku sambil membaca buku tentang akting atau menghapalkan dialog." Nino bercerita panjang lebar.
"Ah, MatsuJun juga suka berdiskusi denganku mengenai beberapa peran-peran sulit atau cara berinteraksi dengan hewan-hewan supaya dia bisa berimprovisasi dalam akting. Walaupun sejujurnya aku selalu ketiduran kalau lagi diskusi bareng MatsuJun." Aiba terkekeh.
"Aku juga." Ohno menambahkan, "Aku juga suka bareng MatsuJun."
"Belajar akting juga?" Aiba bertanya pada Ohno.
"Nggak, minum bir bareng di kedai depan stasiun TV" jawab Ohno lempeng.
"Itu sih bukan belajar, BAKA! Nggak nyambung tau!" Nino menepuk kepala Ohno, perlahan, agar sahabatnya itu tidak kesakitan.
Kami berempat pun tergelak mendengar ocehan Ohno.
Hanya Sho yang diam dan hanya memandang kami satu persatu.
"Mungkin karena Sho-chan selama ini selalu belajar sendirian, jarang kumpul dengan kami, jadinya tidak begitu mengenal MatsuJun dan malah salah paham deh." Aiba tersenyum ke arahku dan Sho.
"Nah, sekarang semuanya sudah jelas kan? Sho-chan jangan kesal lagi ya, Ya? Ya? Ya?" Aiba mendekai Sho dan menepuk-nepuk bahunya dengan lembut. Kulihat Sho pun tersenyum ke arah Aiba. Senyum tulus Aiba terlihat begitu menghangatkan Sho dan ia pun luluh.
"YOSSSHHH!! Sekarang mari kita kanpaaii lagi!!" suara Ohno membuyarkan keheningan di antara kami.
"Ayo sini, Sho-kun" aku menarik lengan Sho agar membaur dengan kami dan ikut bersulang bersama-sama.
"Eh? Kenapa? Mau datang nggak?" terdengar suara Nino dari beranda depan rumahku.
Aku sendiri sedang sibuk membuatkan pasta dengan topping mushroom untuk beberapa temanku yang akan datang hari ini. Nino sudah di rumahku sejak tadi siang, karena rumahnya yang paling dekat denganku dan dia minta aku untuk menemaninya bermain Mario Cart.
Kudengar Aiba juga akan datang, dan dia berencana mengajak Sho. Err, mungkin lebih tepatnya aku yang meminta Aiba untuk mengajak Sho datang ke rumahku. Kejadian tadi pagi di depan mini market masih agak mengejutkanku. Sakurai Sho yang tenang bisa ngamuk di tempat umum, lebih tepatnya di depanku, dan aku masih belum mengerti alasannya.
Semoga dengan mengajaknya ke rumahku, aku bisa banyak mengobrol dengannya dan meminta maaf kalau memang aku pernah berbuat salah padanya. Yang terpenting sih, semoga Aiba berhasil membujuk Sho datang ke rumahku, karena yang kutahu Aiba bersahabat baik dengan Sho. Mereka sangat dekat dan hanya Aibalah yang bisa ngobrol santai dengan Sho. Aiba juga sering bercerita kalau mereka suka nongkrong bareng, belajar akting sambil membahas peran bersama (walaupun aku ragu Aiba benar-benar belajar), bahkan pergi ke kampung halaman Aiba di Perfektur Chiba berdua saja.
Aiba satu-satunya orang yang berani memanggil Sho dengan sebutan 'Sho-chan', dimana semua orang yang kukenal hanya berani memanggil dia 'Sakurai-san'. Setiap kali Aiba bercerita tentang Sho, dia pasti bawel dengan memanggil-manggil 'Sho-chan itu...Sho-chan ini...'. Makanya tadi ketika aku kebetulan bertemu Sho, tanpa sadar aku memanggilnya 'Sho-chan'.
"Uwwaaahhh, umaso~~~" Nino yang tiba-tiba berada di samping mengagetkanku dari lamunan, "J, aku cicip sedikit ya." pintanya sambil mengedipkan mata.
"DAME! Sabar sedikit, Kazu! Tunggu sampai yang lain datang semua." tukasku dengan galak.
"Uuuhh, J pelit!" rajuk Nino sambil beringsut menuju lemari es tak jauh dari tempatku memasak. "Kenapa nggak suruh koki-kokimu saja yang masak sih, J?" Nino bertanya sambil mengambil teh dingin dari dalam lemari es.
"Ini kan acara bersama teman-temanku, aku ingin membuatkan sesuatu yang spesial untuk kalian. Lagipula kamu kan tahu sendiri, aku suka masak." aku menjawab sambil tetap sibuk mencampurkan beberapa bahan masakan ke dalam wajan.
"Hee---" Nino menanggapi dengan datar.
"Gimana Ohno? Tadi sudah ditelepon? Dia mau datang?" aku bertanya sambil tetap sibuk memasak.
"Yep! Dia mau datang, lagi di jalan katanya." jawab Nino pendek.
"Okay." aku tersenyum puas.
Berarti hari ini kelima orang dari kelasku, termasuk aku akan berkumpul untuk bersenang-senang. Aku, Nino, Ohno, Aiba dan semoga Sho pun datang. Rasanya tidak sabar menunggu mereka semua datang.
"Permisi, Jun-sama, Ohno-sama sudah tiba. Apakah mau saya persilakan masuk?" seorang pelayan datang dan bertanya padaku.
"Oh, biar aku saja yang ke sana menemui Ohno." aku buru-buru melepas celemekku. "Nee, Kazu. Aku ke depan menemui Ohno dulu ya. Bisa tolong siapkan bir yang ada di dalam lemari es? Untuk 5 orang ya."
"Ha-i, Ryoukai de-su!" Kazu menjawab sambil tersenyum.
"Onegai ne." kataku sambil berlari kecil menuju pintu.
.....
"Uwaahh, umaaii!!" Ohno setengah berteriak sambil menyesap bir dalam gelas yang dihidangkan Nino.
"Hei, belum waktunya minum-minum tau! Kamu baru datang langsung main samber aja." ujarku ketus melihat Ohno yang dengan santainya meneguk bir dingin.
"Santai sedikitlah, MatsuJun. Bir itu paling enak diminum sesaat setelah dihidangkan. Kalau menunggu nanti, keburu beda rasanya." jawab Ohno berkelit.
"Hahahaaa. Alesan ajaaa" Nino tergelak melihat kelakukan sahabat di depannya itu, "Dasar. Kayak Om-Om aja kamu", ledek Nino.
"Yo, Minna!! Aiba is in the house! Yo! Yo!" suara Aiba menengahi perdebatanku dengan Ohno dan menghentikan suara tawa Nino.
"Ooo, Aiba-shi irrashai!" Nino mengepalkan tangannya dan ber-high-five ria bersama Aiba.
Aku yang melihat Aiba hanya seorang diri, langsung mendekati Aiba.
"Nee, Aiba-chan, sendirian aja?" jawabku hati-hati. Rupanya memang mustahil mengajak Sho datang ke rumahku. Rupanya Sho benar-benar membenciku, aku tertunduk lemas.
"Oh iya, Sho-chan ada di teras. Tadi lagi buka sepatu, jadi kutinggal soalnya ada harum-harum pasta gitu, jadinya aku tidak sabar pengen buru-buru kesini." penjelasan Aiba membuat semangatku kembali muncul.
"Oh, berarti dia masih di teras ya." aku berusaha menyembunyikan kegiranganku agar suaraku tetap datar.
"Ah, kalau begitu aku ke teras dulu. Sho-chan kan baru pertama kali ke rumah MatsuJun. nanti dia salah jalan, rumahmu kan besar." Aiba terkekeh.
"Biar aku saja yang kesana, Aiba di sini saja." Aku buru-buru melesat menuju teras tanpa menunggu jawaban Aiba.
"Kalau begitu, kita kanpaaaiii!" Ohno mengangkat gelas birnya.
"Heh, Riida! Tunggu Sho dulu!" aku berteriak.
Aiba dan Nino tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan temannya itu.
......
"Kemana sih si Aiba baka itu?! Aku ditinggal sendiri." kudengar suara Sho yang bersungut-sungut di teras depan.
"Irrashai, Sho-kun." aku tersenyum lebar melihat Sho yang sedang menyimpan sepatunya di rak.
"Hai." Sho melangkah memasuki koridor tanpa melihat ke arahku sedikitpun.
"Terima kasih kamu sudah datang." aku mencoba berbasa-basi.
"Jangan salah paham dulu, aku datang karena permintaan Aiba, bukan atas ajakan kau." Sho menjawab dengan ketus.
"Ii no. Asalkan kau mau datang aku sudah senang."aku mendahului Sho sambil menunjukkan ruang tempat kami berkumpul.
"Apa-apaan dia? Basa-basi segala." terdengar suara Sho yang merengut di belakangku.
KANPAAAAIIIII!!!
Lima gelas berisi bir dingin saling beradu dan kami pun segera menyesap minuman yang sudah sedari tadi ditunggu-tunggu ini.
"Uwaahhh, saiko! Rasanya sudah lama kita tidak ngumpul begini ya." Aiba kegirangan.
"Aiba-shi, jangan terlalu banyak minum, kamu nyetir kan pulangnya?" Nino memandang Aiba dengan sedikit tatapan khawatir.
"Nggak. Nanti pulangnya Sho-chan yang nyetir" Aiba nyengir ke arah Nino.
"Nino-chaann, aku suka kamuuuu" tiba-tiba Ohno menempelkan pipinya ke wajah Nino yang mulus dan putih. Nampaknya dia sudah mulai mabuk.
"Hei, hentikan, dekat sekali wajahmu itu tau!" Nino yang sebetulnya senang dengan perlakukan Ohno terlihat sedikit sungkan karena ada kami di hadapannya.
"Uuuuuhh, Nino kawaii deeh" Ohno tidak menggubris penolakan Nino dan semakin beringsut menempelkan badannya di tubuh kecil Nino.
Aku dan Aiba yang menyaksikan kegilaan dua teman kami hanya bisa terbahak-bahak sambil menuangkan bir ke dalam gelas lagi.
"Nee, Sho-kun mau makan pasta?" aku menghampiri Sho yang sedari tadi hanya duduk diam di pojokan melihat kami bercanda tawa.
"Pasta?" Sho balik bertanya.
"He-eh, aku tadi membuatkan pasta untuk kalian. Coba deh." aku menawarkan.
"Kamu memang bisa masak?" Sho mengerenyitkan keningnya.
"Bisa." jawabku pendek sambil menuangkan pasta dari piring besar ke piring saji yang lebih kecil.
"Semua makanan ini kamu yang masak?" Sho seolah tidak percaya.
"Yep! Douzo." jawabku sambil memberikan sepiring kecil pasta dengan topping mushroom sauce.
"Kupikir koki rumahmu yang masak, dan Tuan Muda hanya duduk-duduk santai saja." Sho menerima piring berisi pasta sambil mendelik ke arahku.
Mungkin kalau bukan Sho yang bilang, aku akan langsung marah dan menarik kerah bajunya ketika ada yang menyindirku dengan sebutan Tuan Muda. Jujur saja, aku tidak suka dengan panggilan itu, nampak begitu arogan kedengarannya. Apalagi nada Sho yang seolah mengejekku.
Tapi, karena Sho yang bilang, aku tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya tersenyum.
"Oishi...." Sho melahap habis pasta yang kumasak dan melongo seakan tidak percaya aku bisa memasak pasta seenak itu. Aku senang melihat wajah Sho yang makan dengan lahap. Entah kenapa aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari sosok Sho.
"Nee, Sho-kun. Soal tadi pagi di depan mini market," aku mulai memberanikan diri bicara, "Apakah kamu marah padaku dan membenciku?".
Sho tidak menjawab apa-apa, hanya menatapku lekat-lekat.
"Betsuni." jawab Sho pendek.
"Terus, kenapa kamu marah-marah seperti itu? Kalau aku memang pernah berbuat salah padamu, bilang saja. Aku tidak keberatan kok." ungkapku.
"Betsuni tte itendarou!!" Sho meninggikan nada suaranya.
Suara Sho yang meninggi membuat Aiba, Ohno dan Nino yang tengah bercanda menjadi hening seketika. Mereka bertiga langsung melihat ke arahku dan Sho yang saling berhadapan dengan wajah serius.
"Sho-chan, ada apa?" Aiba memandang Sho dengan khawatir.
Nino yang biasanya bawel hanya bisa memandang kami berdua, sedangkan Ohno langsung meletakkan gelas bir yang sedari tadi tidak bisa lepas dari genggamannya dan ikut-ikutan berwajah serius.
"Ah, tidak ada apa-apa. Maaf membuat kalian kaget. Iya, kan Sho-kun?" aku mencoba menenangkan ketiga temanku.
Sho hanya menarik napas panjang.
"Aku tidak marah padamu, kok. Aku juga tidak membencimu. Aku hanya sedikit kesal. Well, lumayan kesal sih kalau boleh jujur." tanpa basa-basi Sho mengungkapkan unek-uneknya di hadapan kami berempat.
"Kesal?" aku terheran-heran, "Ore nanka shita?" tanyaku.
"Aku kesal karena kamu merebut posisi teratas di hasil audisi akhir. Aku kesal karena kamu merebut kesempatanku untuk mendapatkan peran dan Go International ke Hollywood." Sho menjawab tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
"Sho-chaann, bukan salah MatsuJun kan? Mungkin kamu memang belum beruntung, atau belajar akting-nya masih perlu ditingkatkan..." Ohno tiba-tiba nimbrung dan mengungkapkan pendapatnya dengan hati-hati, agar Sho tidak tersinggung.
"Memang sih." Sho lagi-lagi menarik napas, "Tapi kenapa Tuan Muda yang selalu santai, nggak pernah terlihat belajar mati-matian, yang kerjaannya main-main melulu ini bisa mendapatkan peran utama dalam sebuah film bergengsi? Dan aku yang berjuang susah payah malah kalah darinya?!" Sho menjelaskan dengan panjang lebar sambil terus memandangku.
Aku yang mendengar semua penjelasan Sho tentu saja kaget dan tidak menyangka kalau Sho berpikir seperti itu. Aku hanya bisa memandang Sho tanpa berkata apa-apa.
"Sho-chan" Nino tiba-tiba angkat bicara.
"Hah?" Sho mendelik ke arah Nino.
"J memang terlihat santai, tapi dia juga serius lho kalo soal belajar akting. Dia itu kan orangnya perfectionist, stoic banget deh lah. Kalau aku mengajak dia main game, J selalu menemaniku di sebelahku sambil membaca buku tentang akting atau menghapalkan dialog." Nino bercerita panjang lebar.
"Ah, MatsuJun juga suka berdiskusi denganku mengenai beberapa peran-peran sulit atau cara berinteraksi dengan hewan-hewan supaya dia bisa berimprovisasi dalam akting. Walaupun sejujurnya aku selalu ketiduran kalau lagi diskusi bareng MatsuJun." Aiba terkekeh.
"Aku juga." Ohno menambahkan, "Aku juga suka bareng MatsuJun."
"Belajar akting juga?" Aiba bertanya pada Ohno.
"Nggak, minum bir bareng di kedai depan stasiun TV" jawab Ohno lempeng.
"Itu sih bukan belajar, BAKA! Nggak nyambung tau!" Nino menepuk kepala Ohno, perlahan, agar sahabatnya itu tidak kesakitan.
Kami berempat pun tergelak mendengar ocehan Ohno.
Hanya Sho yang diam dan hanya memandang kami satu persatu.
"Mungkin karena Sho-chan selama ini selalu belajar sendirian, jarang kumpul dengan kami, jadinya tidak begitu mengenal MatsuJun dan malah salah paham deh." Aiba tersenyum ke arahku dan Sho.
"Nah, sekarang semuanya sudah jelas kan? Sho-chan jangan kesal lagi ya, Ya? Ya? Ya?" Aiba mendekai Sho dan menepuk-nepuk bahunya dengan lembut. Kulihat Sho pun tersenyum ke arah Aiba. Senyum tulus Aiba terlihat begitu menghangatkan Sho dan ia pun luluh.
"YOSSSHHH!! Sekarang mari kita kanpaaii lagi!!" suara Ohno membuyarkan keheningan di antara kami.
"Ayo sini, Sho-kun" aku menarik lengan Sho agar membaur dengan kami dan ikut bersulang bersama-sama.
(Nah, gitu donk...akur)
”貴方の声が痛い程優しくて 泣いていた。
そしたら 貴方が「ナキムシ」だって言うから 「貴方もだよ」なんて言ってみたら
楽になってた 笑ってた。”
(Suaramu yang lembut itu terdengar begitu menyakitkan, aku pun menangis.
Lalu, kau bilang 'dasar cengeng' dan aku pun bilang padamu 'kamu juga'.
Rasanya lega, kita pun tertawa.)
(Auwooooo, pair Sakuraiba memang favoritku...tapi...di fanfic ini tetep dijadiin pair aja ato...atoooo....*senyum evil*
Di part ini nampak adem-adem dan damai aja, tapi ini baru permulaan. Konflik sebenarnya baru dimulai...muahahaaa *ketawa antagonis*)
No comments:
Post a Comment